Pada Terik Yang Kupanggil Masa Lalu
Sejak beberapa bulan terakhir cuaca ekstrim di Bintan. Siang
ini panas menyisiri seluruh kawasan Pasar Baru, salah satu desa yang terletak
di kecamatan Bintan Utara. Suhu udara bahkan mencapai 32°C. Hujan tak pernah
mendongakkan wujudnya beberapa minggu terakhir. Beberapa rumah mengaku sudah
kekurangan stok air bersih karena sumur-sumur mereka mengering. Jalanan yang tak diselimuti aspal kering
kerontang. Kendaraan yang hilir mudik berhasil dikotori debu-debu yang
berterbangan. Tak ada pejalan kaki yang berlalu lalang di jalan yang membelah desa
tersebut. Karena disana masih sepi penghuni. Jarak dari satu rumah ke rumah
yang lainpun juga lumayan jauh. Masyarakat disana bepergian dengan kendaraan
pribadi. Bukan karena gaya hidup tapi karena disana masih lumpuh transposrtasi
umum. Jangan dulu bayangkan ojek online, pangkalan ojek konvensionalpun sulit
ditemui.
Entah mimpi apa yang menuntun perjalanan saya kesini. Belum
lama ini waktu masih membersamai saya dengan kekasih hati yang saya sebut
keluarga. Padanya ada seluruh isi dunia hingga cemburunya semesta. Pada Ibu
yang kasih sayangnya tulus sepanjang masa, selalu menguatkan saya di luar sana meski
hadirnya jauh dari pelupuk mata. Pada istri yang selalu setia menemani tiap
jejak langkah, membuat saya terpana bahwa tanpanya perjalanan ini tak berarti
apa-apa. Pada si bocah mungil yang meski lincah namun kian menambah serunya
jalan cerita.
Ditengah sepinya segala penjuru, hati saya justru ramai
dengan kenangan-kenangan masa lalu. Dan mencoba menyusuri kembali jalan-jalan
yang dulu pernah saya tempuh. Walaupun saat ini saya tak lagi disana, tanpanya perjalanan
takkan sampai pada titik ini. Pada sakit, pada air mata yang tumpah ruah, pada
angan yang tak urung mewujud nyata, pada asa yang selalu diasah, saya bersyukur
pada semesta. Karena semula saya mengira Tuhan tak mau lagi mendengarkan doa
saya. Mungkin karena saya ingkar padaNya. Atau tabiat saya buruk pada makhluk.
Hingga Dia enggan mengabulkan apa-apa yang saya pinta. Namun semakin kesini
semakin saya mengerti bahwa apa yang Tuhan nilai adalah kesungguhan. Bukan
apa-apa yang lahir sebatas keinginan.
Begitu cepat waktu berlalu. Tak
pernah saya bayangkan sebelumnya bagaimana sempurnanya rancangan
semesta. Bagaimana caranya mempertemukan berbagai makhluk dengan isi kepala,
dimana dan pada saat apa. Begitu penuh makna. Kemudian orang-orang yang dulu
kita kenalpun satu persatu berpulang
pada pemiliknya. Dan kita hanya menunggu waktu. Meskipun begitu saya berharap
semoga kehadiran saya di tempat-tempat baru membuat langit selalu biru. Walau
terik kadang merampas pesonanya, semoga kelak datang hujan yang menghadiahkan pelangi.
Komentar