Surat Untuk Juliana


Hai jul, lama kubiarkan suratmu menyendiri di sudut kamarku. Aku menyengaja membiarkannya bertemankan debu, rayap, dan juga hening. Entah apa yang dilakukannya disitu, apakah mengintipku hingga tersipu malu atau melakukan hal yang sama denganku, mengabaikannya saban hari. Entahlah, yang pasti semua kulakukan agar ia tahu bagaimana rasanya ditinggalkan.

Lima tahun yang lalu aku berada dipihak yang sama dengannya, dipihak yang ditinggalkan itu. Karenanya aku paham betul untuk apa membuka hati kepada seseorang yang pada akhirnya tak menginginkan tinggal. Terkadang aku keliru, ku kebaskan pundakku selebar-lebarnya untuk bersandar, ia yang menyandar memilih terbang. Ku buka pintu hatiku seluas-luasnya, namun ia yang berkunjung hanya menginap melepas lelahnya. Dan kini kuputuskan untuk mengatupkan kedua pundakku, dan menutup sedalam-dalamnya pintu hati. Kau tahu,  merawat hati yang luka tak cukup hanya dengan waktu semalam.

Mencintai dan dicintai, aku tak tahu mana yang lebih baik antara keduanya. Namun aku yakin kau pasti manggut jika diberi keduanya sekaligus. Mencintai, sama saja halnya dengan mempersiapkan hatimu terpuruk ke jurang yang dalam. Semakin lama semakin kau binasa. Hanya dicintai, untuk apa jika tak ada harapan dan masa depan padanya kau tanam. Intinya kau takan menuai apa-apa.

Jul, hari ini kucampakan kemarahanku ke laut lepas, biar hanyut dibawa arus dan terbenam di dasar segitiga bermuda. Hari ini kuberanikan membuka sepucuk surat yang telah lama ku terima, dan sesuai prediksiku. Kau menumpahkan kekesalanmu disitu. Kau marah, kesal, dan terpuruk ditengah pahit getirnya ditinggalkan. Dan berharap pundakku seperti dulu yang tak pernah jemu kau butuhkan.

Jul, lima tahun yang lalu bukanlah tahun-tahun yang mudah bagiku. Butuh waktu yang panjang bagiku merajut kembali hati yang hancur berantakan, menata kembali puing-puing kebahagiaan yang selama ini tersungkur di kubangan lara. Disaat-saat buruk seperti itu semesta ternyata punya kehendak lain, hingga mengantarkan pundak tempatku merebahkan segala sesal. Dikala kau terperangkap disangkar yang lain, aku telah menetapkan satu nama yang memenuhi ruang-ruang hatiku hingga merambat ke rongga-rongga kepalaku. Kandas, aku tak bisa bernafas tanpanya.

Jul, terimakasih telah memberi sekeping luka pada hati yang pada akhirnya tahu kemana akan bermuara. 




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teks Berjalan Pada LCD (Running Text)

Pembelajaran Berbasis Proyek Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif & Kemampuan Mencipta Pada Siswa Teknik Elektronika

Pendidikan Inklusif Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Kolaborasi Pada Siswa Teknik Elektronika